Karakter seseorang akan diuji di saat ia menghadapi konflik, terutama ketika konflik tersebut berkenaan dengan pandangan tentang apa yang benar dan salah. Ia harus membuat keputusan apakah ia akan berkompromi dan melanggar apa yang ia percayai sebagai apa yang benar dan salah, atau tetap teguh dalam karakter dan menghadapi konsekuensinya. Inilah yang terjadi pada seorang ratu Persia yang bernama Wasti. Ia dipanggil raja untuk dipertontonkan di depan para pejabat dan perwira militer yang sedang mabuk. Wasti menolak permintaan tersebut karena merendahkan dan tidak sesuai dengan karakternya sebagai seorang ratu. Saat mengambil keputusan tersebut, ia pasti tahu persis konsekuensi yang ia hadapi, karena pada masa itu para istri tidak dapat menentang permintaan suami mereka. Karena mempertahankan karakter, Wasti harus membayar mahal. Ia dilepaskan dari posisinya sebagai ratu dan diusir dari takhta (Ester 1).
Krisis mengungkapkan karakter kita yang sebenarnya, dan untuk mempertahankan karakter yang benar terkadang merupakan hal yang sulit karena hal itu bisa membuat kita terlihat aneh atau bodoh, dan ada kalanya malah dapat merugikan. Ketika berada di bawah tekanan besar, mengetahui apa yang benar dan melakukan apa yang benar adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Untuk mempersiapkan diri agar kita kuat dalam mempertahankan karakter di saat konflik, kita harus membangun karakter tersebut dari pilihan dan kebiasaan kita sehari-hari, dan panduan kita adalah firman Tuhan. Gunakan firman Tuhan sebagai dasar untuk membentuk pikiran, kemudian menjadi kata-kata dan tindakan, dengan demikian kita akan memiliki kebiasaan yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Ketika kita konsisten dengan kebiasaan tersebut, kita akan memiliki karakter Kristus dan kemudian menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitar kita dan kuat bertahan pada saat ujian datang, seperti tertulis di dalam Mazmur 119:9, "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." [EH]