Nina Kupper, profesor psikolog dari Tillburg University, Belanda, mengatakan, "Perasaan bersyukur sebagai sebuah konsep, bisa menjadi pembuka kepada emosi yang positif." Artinya, ketika seseorang memiliki rasa bersyukur, ia akan mampu menyikapi segala keadaan buruk dengan sikap positif.
Di dalam bacaan Alkitab hari ini, diceritakan bagaimana Lea mengalami perubahan setelah ia mengambil langkah untuk bersyukur. Lea ialah seorang istri yang tidak dicintai suaminya (Kejadian 29:31). Ketika ia melahirkan Ruben, Simeon, dan Lewi, ia belum merasakan sukacita dalam hidupnya. Sikap hatinya berubah tatkala Tuhan mengaruniakan anak yang keempat, yaitu Yehuda. Kehadiran Yehuda membuat ia bertekad untuk bersyukur, "Sekali ini aku akan bersyukur kepada TUHAN." Sikap ini membuka paradigma yang baru bagi Lea. Ia bisa menerima situasi yang tak dapat diubahnya. Pada akhirnya, kebahagiaan Lea tidak lagi tergantung pada keadaan. Kehadiran Yehuda dijadikan sebagai pengingat baginya untuk bersukacita karena Tuhan-lah yang membelanya dan memberinya anak penghiburan (Yehuda artinya puji-pujian dalam terjemahan FAYH). Sikap hati Lea yang bersyukur telah melahirkan emosi positif di dalam dirinya, sehingga ia bisa menjalani hidupnya lebih baik dari sebelumnya. Prinsip yang sama pun berlaku bagi kita. Saat ini keadaan apa yang membuat Anda tertekan? Keadaan buruk acap kali memicu emosi negatif. Tetapi ingatlah firman Tuhan hari ini, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya," yang dalam terjemahan FAYH dikatakan, "Besarkan hatimu, hai jiwaku." Kita mungkin tidak bisa mengubah situasi, tetapi seperti Lea, ambillah langkah untuk bersyukur. Dengan bersyukurlah kita akan membuka jalan bagi emosi positif yang akan menghasilkan hal-hal baik dan berguna dalam diri kita. [RS]