November 2017 / TANTANGAN YANG DIHADAPI KELUARGA KRISTEN DI ERA MILENIAL

Keluarga adalah institusi terkecil yang membangun sebuah masyarakat, namun juga sekaligus yang mengalami tantangan yang paling besar seiring dengan perkembangan zaman. Secara global, regional, maupun nasional, angka kasus perceraian dan rumah tangga dengan orang tua tunggal terus meningkat. Hal ini semakin terlihat nyata di kota-kota besar dimana kohesifitas masyarakatnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan di kota kecil atau bahkan di pedesaan. Kehidupan di kota besar yang begitu penuh dengan kesibukan dan persaingan yang semakin tinggi, menciptakan pribadi-pribadi yang semakin individualitis. Orang cenderung mencari kesenangan dan kebahagiaannya sendiri, sehingga ketika hal ini diperhadapkan dengan kehidupan di dalam pernikahan maka akan menimbulkan masalah yang cukup besar.

Peningkatan angka perceraian yang berakibat pada meningkatnya jumlah orang tua tunggal kemudian berdampak pada generasi penerus (anak-anak). Hilangnya figur ayah atau ibu pada anak yang dibesarkan oleh orang tua tunggal akan berefek pada perkembangan kepribadian dan psikologis anak. Tantangan ini bahkan menjadi semakin bertambah di dalam keluarga Kristen. Karena selain pergumulan untuk menjaga keutuhan dan keintiman, keluarga Kristen juga menghadapi tantangan untuk tetap menjaga nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan di tengah perubahan budaya dan gaya hidup modern saat ini. Kuatnya arus perubahan buadaya dan gaya hidup ini tanpa terasa mulai mengguncang nilai-nilai dan tujuan keluarga yang ditetapkan Allah pada mulanya. Sebagai contoh, pandangan relativisme yang berkembang di masyarakat modern akhir-akhir ini, secara perlahan mulai masuk ke dalam keluarga. Pandangan ini mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada hal yang absolut, termasuk nilai kebenaran Firman Tuhan. Hal ini adalah ancaman besar pada iman Kristen, terutama pada keluarga-keluarga Kristen.

Secara spesifik, kita akan melihat tantangan/ancaman apa saja yang dihadapi oleh keluarga Kristen di era modern ini dan bagaimana kita dapat meresponi hal ini.


Perceraian
Seperti sudah disampaikan sebelumnya bahwa peningkatan angka perceraian yang cukup fantastis akhir-akhir ini. Saat ini, keputusan untuk berpisah/bercerai mulai menjadi opsi yang dapat diterima, bahkan tidak jarang mendapatkan dukungan. Komitmen di dalam janji nikah bukan lagi dianggap sebagai sesuatu yang sakral, tapi lebih kepada seremonial.

Sikap masyarakat yang lebih permisif terhadap kasus perceraian, tidak berarti menghilangkan efek dari perceraian yang begitu merusak, baik bagi kedua belah pihak yang bercerai, maupun terhadap anak-anak mereka. Anak-anak dari orang tua yang bercerai memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami kegagalan dalam hal akademis dan menjadi anak yang bermasalah. Itu sebabnya ketika Yesus mengatakan, “Apa yang dipersatukan Allah, tidak dapat dipisahkan oleh manusia,” bukanlah suatu perintah yang tanpa alasan.

Sebagai orang percaya, kita harus selalu mengingat komitmen yang kita ucapkan di dalam janji nikah kita. Ini adalah sebuah komitmen yang mengandung perjanjian (covenant) yang kudus. Sadarilah bahwa pasangan kita adalah manusia biasa yang juga memiliki keterbatasan dalam hal-hal tertentu, dan seringkali keterbatasannya itu membuatnya gagal untuk mengatasi tekanan-tekanan yang dihadapinya.


Materialisme
Di zaman modern ini, kita seakan-akan digiring kepada kehidupan yang serba meteriaslistik. Hal ini sangat berbahaya bagi keluarga-keluarga Kristen. Mungkin orang tua hanya ingin memberikan kepada anak-anak mereka sesuatu yang mampu mereka berikan. Tetapi ketika hal ini mulai menjadi tidak terkendali, maka secara perlahan akan dapat menggeser fokus keluarga yang tadinya tertuju kepada Allah menjadi kepada materi.

Firman Tuhan mengajarkan kita untuk memberi. Ini bukanlah sebuah pilihan, tetapi sebuah perintah yang harus dijalani oleh setiap orang percaya. Ajarkan anak-anak untuk mengembalikan perpuluhan mereka sejak dini. Jangan lihat jumlahnya yang mungkin terasa tidak seberapa, tetapi efek dari mengembalikan perpuluhan ini akan membentuk kebiasaan memberi pada diri anak-anak Anda. Memberi adalah obat penawar yang paling ampuh bagi materialisme. Sebagai orang tua, demonstrasikan kebiasaan Anda untuk memberi di hadapan anak-anak Anda dan ajarkan kepada mereka untuk itu. Saat anak Anda mengalami sukacita dalam memberi, maka Anda sudah membebaskan anak Anda dari cengkeraman materialisme.


Pengaruh Media
Masalah yang di hadapi oleh keluarga karena pengaruh media bukan hanya karena secara moral apa yang ditayangkan di media saat ini lebih buruk dari masa-masa sebelumnya. Lebih daripada itu, media saat ini lebih menggambarkan karakter dan tindakan moral yang rusak itu justru sebagai pahlawan. Media menggambarkan pelanggaran hukum justru layak untuk dilakukan.

Pengaruh ini bisa mengendap-endap masuk ke dalam kehidupan keluarga Kristen, secara perlahan menggerogoti landasan iman, kebenaran dan moral yang ditetapkan Allah bagi hidup orang percaya. Itu sebabnya, penting bagi kita untuk memiliki mezbah keluarga. Waktu dimana setiap anggota keluarga bukan hanya sekedar membaca Firman, tetapi juga merenungkan dan mendiskusikannya, agar keluarga kita dapat memiliki dasar yang semakin kuat di dalam Kristus. Ini bukan berarti kita tidak boleh menonton acara televisi favorit atau film kesukaan kita. Tetapi sebelum kita melakukannya, pastikan kita memiliki pemahaman dan iman yang teguh pada kebenaran Firman Allah sehingga tidak akan hanyut terbawa arus perubahan budaya yang ditawarkan melalui media saat ini.


Budaya Anti-Kekristenan
Budaya dimana kita hidup sekarang ini sebagai orang percaya adalah budaya yang sama sekali tidak bersahabat. Di era milenial ini, kemerosotan moral semakin nyata, ketidakpedulian antar sesama semakin mendekati titik nadir, kebahagiaan dan kesenangan diri sendiri menjadi hal yang utama dalam kehidupan manusia. Hal ini adalah kekuatan penghancur yang dapat menggilas habis keluarga-keluarga Kristen.

Firman Tuhan mengajarkan keluarga adalah tentang kasih, tentang komitmen dan saling memahami; bukan tentang kesenangan diri sendiri. Dengan menempatkan Tuhan sebagai yang terutama di dalam hidup kita, itu berarti kita membangun hubungan secara vertikal dengan Allah yang kemudian akan berefek pada hubungan secara horisontal di antara anggota keluarga. Kita belajar untuk hidup bersama dengan kerendahan hati dan saling mengasihi.

Masih banyak hal-hal lain lagi yang sedang mengintai banyak pernikahan dan keluarga Kristen saat ini. Itu sebabnya, penting bagi kita untuk selalu hidup melekat kepada Tuhan, Sang Pokok Anggur itu, agar keluarga kita dapat menjadi keluarga yang tumbuh dengan baik dalam kebenaran Firman Tuhan serta menghasilkan buah. Kita perlu memiliki kerelaan untuk dibentuk dan dibersihkan oleh Tuhan sebagai sebuah keluarga. Mungkin ada hal-hal yang selama ini perlu Anda buang dari hidup Anda, atau sebaliknya, bisa juga ada hal-hal yang justru perlu Anda bangun dan kembangkan di dalam diri Anda agar kehidupan pernikahan dan keluarga Anda semakin kuat berakar di dalam kebenaran Firman Tuhan.

Keluarga Kristen dituntut bukan hanya untuk memiliki standar yang berbeda dengan dunia, tetapi lebih daripada itu, keluarga Kristen dituntut untuk memiliki standar yang lebih tinggi, yaitu standar kebenaran Allah. Menerapkan prinsip-prinsip Firman Allah di dalam keluarga akan menolong kita untuk menghadapi tantangan-tantangan di era milenial ini. Ingatlah bahwa Allah ingin kita hidup bahagia dan juga memiliki keluarga yang bahagia. Amin. (HS)

©2017 NDC Ministry. All Rights Reserved.
Powered by GerejaSoft.com