Satu pelajaran penting di dalam hidup kekristenan adalah menghadapi kehilangan. Kekristenan tidak melarang kepemilikan, tapi murid Kristus sejati juga senantiasa belajar menghadapi banyaknya kehilangan. Yesus kehilangan kemuliaan, kehormatan, dan pakaian-Nya (Matius 27:29-35), Ia kehilangan banyak murid (Yohanes 6:66), Ia juga kehilangan kepercayaan Yohanes Pembaptis (Matius 11:3), terlebih lagi Yesus kehilangan nyawa-Nya.
Salah satu pengikut terbaik Kristus bernama Rasul Paulus juga menghadapi kehilangan. Ia berkata, "Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus". Ia kehilangan segala hal, termasuk hidupnya. Seorang murid ibarat rumah yang dilanda angin topan, setiap bagiannya akan diterbangkan angin hingga tak bersisa terkecuali fondasinya. Di atas fondasi itulah Allah akan membangun bangunan baru. Mungkin pada satu musim kehidupan Kristen kita, ada semangat dan gairah yang menggebu, hidup dipenuhi kemenangan, sukacita yang meluap-luap. Namun kemudian terjadilah daftar kehilangan yang sangat panjang, mulai dari pekerjaan, keluarga, sahabat, kesehatan, bahkan keinginan manusiawi sebagai seorang manusia pun hilang. Pada titik inilah, pelajaran dari seorang murid sejati dimulai. Ketika kita dengan sengaja menerima kehilangan dengan hati yang ikhlas dan murni demi kepentingan Allah yang jauh lebih besar, maka kita memperoleh Kristus, kita dapat bermegah di dalam kemuliaan-Nya. Kita bangga, sebab hati nurani kita meyakinkan kita bahwa hidup kita di dunia ini sudah dijalankan dengan ikhlas dan murni, sebab kita melakukan semuanya itu bukan dengan kebijaksanaan manusia, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah (2 Korintus 1:12). [LS]