Kisah Yunus yang berada di dalam perut ikan memberi pelajaran berharga bagi kita. Di tengah kegagalan Yunus mengikuti kehendak Tuhan, bukti kasih Tuhan dinyatakan melalui penghukuman-Nya. Pada akhirnya Yunus menyerah kepada kehendak Tuhan ketika hidupnya di ujung maut, yaitu di dalam perut ikan. Di sanalah Yunus menyadari kesalahannya, berdoa, dan memohon belas kasihan Tuhan. Katanya, "Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, ... dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak." Kendati demikian, kasih Tuhan tidak dibatasi oleh kesalahan Yunus.
Sifat Tuhan yang penuh kasih dan penghukuman, adalah dua sisi yang harus kita pahami. Dalam kemurahan-Nya, Ia menerima segala keberdosaan kita. Namun, dalam keadilan-Nya, Ia tak bisa kompromi dengan dosa-dosa kita. Seberapa sering kita abai menyadari hal ini? Apakah di tengah kehidupan yang Tuhan percayakan kita lalai mengejar kekudusan-Nya? Apakah kita merasa nyaman hidup di dalam dosa, sikap tidak mengasihi, dan berbagai perilaku di luar kehendak Tuhan? Ketika kita merasa nyaman, mungkin kita merasa tak ada yang tahu. Ini sangat buruk karena itu artinya kita tak lagi memiliki kepekaan terhadap Tuhan. Marilah kita berhati-hati dengan kehidupan yang telah dianugerahkan Tuhan. Jangan pernah memberi kesempatan kepada Iblis. Jangan lalai mengejar kasih dan kekudusan-Nya. Tetapi ingatlah seperti yang disampaikan teolog Glyn Evans, "Jika Anda tidak bisa menyerah kepada kasih Tuhan, menyerahlah kepada kekerasan-Nya." Jangan sampai kita jatuh kepada kekerasan Tuhan. Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup! [RS]