Di hari Natal, keluarga berkumpul dan makan bersama. Banyak orang membeli pakaian yang baru, saling bertukar hadiah, menempatkan pohon pinus di ruang tamu dan mendekorasinya. Mengapa mereka melakukan ini? Mungkin sebagian orang menjawab karena Natal adalah hari kelahiran Yesus dan sebagian lagi menjawab hanya karena tradisi. Jika diibaratkan bunga mawar yang dipisahkan dari tangkainya, makna Natal sudah benar-benar terkulai, kelopaknya telah berjatuhan dan warnanya semakin pudar. Ini karena kita telah memisahkan makna Natal dari sumbernya.
Betul, Natal adalah hari kelahiran Yesus. Natal di Bethlehem sekitar 2000 tahun yang lalu. Yesaya 9:2-6 menjelaskan bahwa Tuhan akan mengirimkan seorang Anak. Pada tahun 740 SM, bangsa Yehuda sangat ketakutan. Kekuasaan kekaisaran Asyur yang brutal tumbuh pesat. Ibaratnya hanya menunggu waktu bagi bangsa Yehuda untuk dihancurkan. Tapi Tuhan berkata jangan takut, sebab Ia akan mengirimkan seorang Anak. Nubuat ini digenapi dengan tanda kelahiran Yesus di Bethlehem. Ia akan memerintah, dan masa depan ada di pundak-Nya. Dengan demikian umat Tuhan tidak lagi hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian. Ini adalah hal yang esensi, Ia adalah Juruselamat yang juga akan mengalahkan musuh yang tak bisa diatasi manusia, entah itu dunia, kedagingan, iblis, bahkan kematian yang sudah Ia kalahkan. Kelahiran-Nya telah membuka keselamatan yang dijanjikan bagi kita. Tidak mengherankan jika kita bersukacita dan merayakannya. Mari kembali pada sumbernya. Pahami dan hayati perayaan Natal. Di Natal tahun ini, kiranya kita juga dapat bergabung dengan bangsa Yehuda untuk melihat dan merayakan Anak yang telah lahir di Bethlehem. Untuk mendengar, mengetahui, dan mempercayai bahwa pemerintahan ada di pundak-Nya. Untuk kembali menjadikan Yesus sebagai Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, dan Raja Damai. [LS]