Ada banyak orang yang sering menggunakan uang untuk mengukur berkat Tuhan, dan mungkin secara tidak sadar kita telah menerapkannya dalam kehidupan kita. Ketika anak minta dibelikan mainan saat tidak ada uang, agar terlihat rohani kita berkata, "Papa belum ada berkat." Ketika kita melihat teman membeli mobil mewah, memiliki rumah besar, pergi liburan keluar negeri, sering makan di restaurant mewah, kita akan berkata, "Wah ia diberkati Tuhan."
Alkitab mencatat Ayub sebagai seorang yang orang yang saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan. Ketika Iblis mengambil semua kekayaan dan anak-anaknya serta membuat hidup Ayub menderita, apakah kita menyebutnya orang yang tidak lagi diberkati Tuhan? Tentu tidak bukan. Ayub hatinya tidak terpaut kepada semua hal yang dimilikinya sehingga ia dapat berkata, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" Ia memuji Tuhan karena ia sadar bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya berasal dari Tuhan. Itulah sebabnya Ayub kemudian mendapatkan kembali apa yang pernah hilang bahkan dua kali lipat banyaknya (Ayub 42:10-17). Mari kita lihat kehidupan kita. Bukankah segala hal yang kita terima, kita pakai, kita makan, keluarga, teman, pekerjaan, dan pengalaman dalam kehidupan adalah karena berkat Tuhan? Sejak kita lahir hingga hari ini, pernahkah Anda menghitung berapa banyak yang Tuhan berikan kepada Anda? Ingatlah, materi hanyalah sebagian dari berkat Tuhan yang tak terhitung jumlahnya. Jangan hanya menghitung sebagian saja, tetapi hitunglah semua berkat Tuhan, dan mengucap syukurlah senantiasa. [SG]